Banyak Orang Tau "Carok" Madura tapi tak Paham Lebih Dalam!
Mas Holidi
2:42:00 AM
0
Photo By Me, Edit By Canva |
Madura merupakan sebuah pulau
yang berada di sebelah Ibukota Jawa
Timur, Surabaya yang dihubungkan dengan Jembatan Terpanjang yang memebelah selat Madura yakni Jembatan Suramadu. Pulau Madura memiliki Empat kabupaten yang terbentang dari
ujung Timur sampai Ujung Barat dan
merupakan tempat lahirnya Ulama Khos yang menjadi Guru dari dua pendiri ormas
Islam terbesar di Indonesia yakni syeikhona Kiyai Muhammad Kholil di kabupaten
Bangkalan. Selain itu di ujung barat juga ada keraton Asta tenggi di Kabupaten
Sumenep serta Sayyid Yusuf di Talango. Masyarakat Madura di Tanah
kelahirannya memiliki ke khasan khusus yakni bisa dilihat dari tata letak rumah
yang memiliki halaman memanjang atau yang disebut “Tanean Lanjheng” dan disebelah barat ada Musholla atau langgar yang
digunakan untuk sarana peribadahan mereka serta tempat berkumpul keluarga
besar. Rumah memanjang merupakan sebuah identitas masyarakat Madura menjaga
anak cucu, karena biasanya dalam satu Pekarangan terdapat beberapa rumah sanak saudara dan keluarga besar.
Posisi Perempuan di Madura
Perempuan
memiliki penghargaan tertinggi di dalam adat dan budaya Madura, mereka menjadi
perhiasan dalam keluarga sehingga tak jarang remaja perempuan yang telah
beranjak dewasa sangat di jaga oleh orang tuanya. Bahkan sedari lulus SD mereka
dikirim ke pondok yang sangat ketat aturannya agar terlindungi dan salah satu
cara melindungi serta memberikan pengetahuan pada anak sebagai bekal menuju
kehidupan ke depan. Selain penghargaan terhadap anak remaja perempuan yang luar biasa,
penghargaan terhadap wanita juga tercermin dari salah satu perilaku dalam memposisikan seorang istri
menjadi seorang yang sangat spesial setelah “bepak,
Ibu’, guruh, Ratoh” yang artinya posisi itu menjadi spesial setelah bapak,
ibu, guru dan pemimpin.
Lebbhi Bhegus Pote Tolang , Etembheng Pote Mata
Pun penghargaan tertinggi juga bisa dilihat dari grafik tertinggi duel sampai mati atau “carok” di pulau Madura disebabkan oleh diganggunya seorang perempuan seperti anak perempuan terlebih istri mereka, terjadinya carok juga sebagai sebuah perlawan membela diri karena perempuannya di ganggu oleh pihak ketiga, karena dalam diri orang Madura mengganggu perempuannya merupakan penghinaan terhadap harga diri seorang laki-laki. hal ini juga di Tulis oleh salah satu akademisi Madura, A. Latief Wiyata dalam bukunya yang berjudul "Carok" bahwa angka tertinggi terjadinya carok karena permasalahan perempuan, karena orang Madura memiliki prinsip yang mengatakan" Lebbhi bagus pote tolang etembheng pote mata “ maksudnya lebih baik mati berkalang tanah daripada menanggung malu. Ungkapan ini berlaku demi untuk mempertahankan martabat, hak dan harga diri sebagai orang Madura Dan biasanya timbulnya perselisihan tidak lepas dari permasalahan Perempuan dan Lingkungan. Selain penyebab tertinggi carok karena permasalahan posisi perempuan, juga karena warisan , pemilihan kepala desa atau klebun. Tetapi, lambat laut Carok mulai bisa diminimalisir dengan adanya penengah dari Tokoh agama, karena mereka sangat menghormati tokoh agama atau kiyai, dan masyarakat Meninggalkan Carok karena tingkat kesadaran dan kedewasaan dalam berfikir. Bagi saya sebagai keturunan keempat dari Madura Asli, dulunya juga merasakan ketakutan kalau sudah mendengar kata Carok di Tanah nenek Moyang saya itu. Tetapi, saya dipahamkan dengan karakter yang juga melekat dengan gaya bicara yang keras dan nyaring serta semua budaya, perilaku orang Madura, sayapun yang tinggal dan lahir di Jawa gaya bicarapun masih sama dengan Tretan saya di Pulau Garam tersebut.
Stereotipe Terhadap Orang Madura
Mungkin itu yang
menjadikan kami suku Madura disebutkan keras oleh banyak pihak, bahkan pernah
ada kawan saya keturunan Madura tidak mau disebut keturunan orang Madura.
Stereotipe itu melekat kepada kami Keturunan Madura yang sudah terlahir dan
bermukim di Jawa bahkan mungkin di Luar Negeri. Bahkan saking keras gaya bicara
kami, sempat suatu ketika seorang teman pergi ke kota Saya di Bondowoso melihat
orang Madura berinterikasi dengan memakai bahasa Madura, dia meminta melerai
dua orang tersebut ia menyangka sedang bertikai, saya maklumi Ia terlahir dan
besar di Jawa tengah dan saya bilang kalau itu bicara biasa, dan setelah saya
tanyakan memang teman saya itu hampir jarang berinterkasi dengan orang Madura
sebelum ia Rantau ke Kota Jember.
Ada juga kejadian yang membuat saya tersenyum karena seorang kawan, waktu itu saya berkunjung ke Surabaya stereotipe negatif tentang Orang Madura itu dibicarakan kepada saya, bagaimana orang Madura disekitar Surabaya Utara, saya hanya tersenyum dan menyimak apa yang ia bicarakan, Cuma dia salut kagum atas kekompakannya orang-orang Madura. Selepas ia membicarakan itu, sayapun bilang kalau saya keturunan Madura, saya hanya memberikan pemahaman tentang orang Madura yang sesungguhnya, mungkin ada saudara saya yang berbuat buruk disuatu tempat, tapi jangan menggeneralisir kalau orang Madura itu seperti itu semua, Cuma itu yang saya sampaikan hingga diujung pembicaraan kami menemukan titik persaudaraan baru antara suku Madura dan Suku Jawa. Karena saya memahami sebagaimana orang Madura yang terlahir dan Besar di Pulau Jawa ini.Mungkin ini tidak begitu ekstrem dalam pergaulan orang Madura dan Jawa, ada cerita ekstream dari Seorang sahabat saya yang tidak boleh menikah dengan orang Madura karena perbedaan adat, kebiasaan dan Budaya, pesan orangtuanya sebelum berangkat ke Jember memang tidak boleh mencari Jodoh orang Madura, tetapi, didalam pergaulannya selama di Jember, sahabat saya sangat senang berinteraksi dengan kami orang Madura bahkan kita saling tukar bahasa, jadi saya bicara dengannya memakai bahasa Jawa dan dia harus menjawab dengan bahasa Madura, sangat akrab dan Lucu interaksi dalam persahabatan kami.
Ada juga kejadian yang membuat saya tersenyum karena seorang kawan, waktu itu saya berkunjung ke Surabaya stereotipe negatif tentang Orang Madura itu dibicarakan kepada saya, bagaimana orang Madura disekitar Surabaya Utara, saya hanya tersenyum dan menyimak apa yang ia bicarakan, Cuma dia salut kagum atas kekompakannya orang-orang Madura. Selepas ia membicarakan itu, sayapun bilang kalau saya keturunan Madura, saya hanya memberikan pemahaman tentang orang Madura yang sesungguhnya, mungkin ada saudara saya yang berbuat buruk disuatu tempat, tapi jangan menggeneralisir kalau orang Madura itu seperti itu semua, Cuma itu yang saya sampaikan hingga diujung pembicaraan kami menemukan titik persaudaraan baru antara suku Madura dan Suku Jawa. Karena saya memahami sebagaimana orang Madura yang terlahir dan Besar di Pulau Jawa ini.Mungkin ini tidak begitu ekstrem dalam pergaulan orang Madura dan Jawa, ada cerita ekstream dari Seorang sahabat saya yang tidak boleh menikah dengan orang Madura karena perbedaan adat, kebiasaan dan Budaya, pesan orangtuanya sebelum berangkat ke Jember memang tidak boleh mencari Jodoh orang Madura, tetapi, didalam pergaulannya selama di Jember, sahabat saya sangat senang berinteraksi dengan kami orang Madura bahkan kita saling tukar bahasa, jadi saya bicara dengannya memakai bahasa Jawa dan dia harus menjawab dengan bahasa Madura, sangat akrab dan Lucu interaksi dalam persahabatan kami.
Cintai dan rawat budaya sendiri yang baik, pelajari dan niat khusnuzdzon memahami budaya lain,
Pernah juga seorang teman tidak mendapatkan restu dari orang tua perempuan Jawa Karena yang laki-laki berdarah Madura, seorang teman tersebut memiliki niatan untuk menikahi setelah kurang lebih empat tahun saling kenal dan alasannya karena gaya bicara kami serta beberapa stereotipe terhadap orang Madura itu. Mungkin karena alasan itu juga banyak kejadian lelaki Madura tidak direstui oleh orang tua perempuan Jawa. Dari beberapa kejadian kandasnya sebuah Tali cinta lelaki Madura dengan Jawa terutama Jawa Kulonan karena perbedaan itu, tetapi juga tak jarang dari mereka ada yang jadi menikah karena perempuan jawa tersebut masih memiliki darah Madura, kalau yang sama-sama murni Suku tak jarang kandas. Memang ada mitos ataupun kayakinan di Jawa bahwa perempuan Jawa tidak boleh menikah dengan lelaki Madura. Tak Jarang pernikahan antar suku ini kandas hanya karena mitos tersebut, kalau dicermati dengan baik sebenarnya pernikahan itu bukan tentang dengan suku dan perbedaan itu semua. Kalau memang niatan baik untuk menikah dan tidak ada niatan yang lain selain karena niatan karena Allah SWT, menjalankan kebaikan, melanjutkan keturunan baik,dan meperjuangkan kebaikan,tentunya hal seperti itu tidak perlu terjadi. Pernikahan bukan gerbang menuju kebaikan kenapa harus dibatasi oleh mitos yang berujung stereotipe tersebut. Insyaallah kalau semua niatannya baik, menikah dengan suku manapun Endingnya akan baik. Hilangkan stereotipe tidak baik dibenak anda, tidak semuanya seperti itu. Cintai dan rawat budaya sendiri yang baik, pelajari dan niat khusnuzdzon memahami budaya lain, alangkah eloknya bila saling memahami antar suku, agama, ras dan golongan di Negeri Bhineka ini.